Menu

Selasa, 29 Maret 2022

Tugas Negara 1 Manajemen Stratejik 4.13


Nama    :    Raditya Atha Hagi

NIM      :    B11.2020.06573

Profile Pribadi

Nama saya Raditya Atha Hagi, biasa dipanggil Hagi, HG, Adit. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Ayah saya adalah seorang wiraswasta dan ibu saya seorang ibu rumah tangga. Saya lulus dari SMAN 1 Pecangaan dan sedang melanjutkan pendidikan di Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Berbicara soal keahlian, saya cukup ahli di bidang otomotif, mencairkan suasana pada saat bersama teman-teman (tergantung sikon), bercerita (teman saya sering bilang bahwa saya seorang story teller yang baik tapi lemah dalam pemilihan kata), berdagang (ya meski hanya dari pengalaman membantu orang tua), pendengar yang baik (banyak teman teman yang curhat ke saya, mungkin karena mereka percaya kepada saya)  

Soal hobi, saya memiliki cukup banyak hobi, apalagi yang berkaitan dengan kegiatan outdoor seperti Offroad (karena pengaruh ayah saya), rafting, camping, kayaking, traveling, snorkling, renang, dan sepedaan. Saya juga punya hobi indoor semenjak pandemi berlangsung, seperti nonton film/series, nongkrong, eksperimen masakan, baca komik, memelihara binatang (di rumah melihara koi, channa lumayan lagi hype dapet cuan tambahan), dan mulai masuk ke dunia motor custom juga.

Kelebihan saya adalah berat badan (gemuk), observatif, rasa penasaran yang tinggi (menjelaskan kenapa hobi saya banyak) bisa menyimpan rahasia, easy-going , punya selera unik, spontan, loyal, bisa mencairkan suasana, susah ditebak, kalau pengen sesuatu harus dapat nggak peduli cepat atau lambat. Itu adalah kelebihan menurut orang-orang di sekitar saya karena saya juga kurang paham apa kelebihan saya.

Rencana Masa Depan

- Lulus dari universitas dalam 2,5 tahun.
- Setelah lulus, mungkin saya akan solo traveling selama kurang lebih enam bulan untuk mencari pengalaman sekaligus refreshing.
- Mencoba membantu bisnis orang tua selama 1 tahun. Kalau cocok, bisa dilanjut sekalian untuk pengembangan.
- Opsi lain kalau tidak cocok dengan kerjaan orang tua, mencacari kerja di luar.
- Nikah.
- Ngumpulin modal.
- Bangun rumah.
- Bikin pabrik (udah ada bayangan tapi belom mau kasih bocorin bikin pabrik apa)
- Kalau pabrik udah jalan, mau buka showroom mobil dan motor.
- Sekalian cucian mobil di sebelah showroom.
- Bikin resto atau coffeshop buat tambahan pemasukan.
- Mau bikin gamecafe yang isinya billiard, dart game, bowling. Buat tambahan dana dan nongkrong sama temen temen sekalian nostalgia.
- Kalau bisnis udah jalan semua, kita udah ngga kerja, uang masih ngalir, anak udah lulus 35 tahun ke depan. Semoga udah punya financial freedom biar kalau mau beli apa-apa ngga usah banyak mikir.
- Di hari tua, mau menikmati sisa hidup, bikin rumah di gunung (mungkin) bertani kalau di laut (mungkin), nyari ikan buat konsumsi pribadi, main sama anak cucu.

Senin, 28 Maret 2022

 

Nama     :    Raditya Atha Hagi             

NIM       :   B11.2020.06573

Matkul   :    Praktikum Pemasaran (4.4)










 
 

 

Kamis, 17 Maret 2022

Peningkatan Perilaku Konsumtif Disaat Pandemi

Pandemi COVID-19 telah mempercepat pertumbuhan bisnis digital di Indonesia. Namun perkembangan ekonomi yang positif ini juga menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan, termasuk peningkatan yang signifikan dalam kecanduan belanja daring.

Individu yang menghabiskan lebih dari yang mereka mampu untuk mendapatkan status sosial dari pembelian mereka atau untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi, seperti cinta dan kasih sayang, rentan terhadap ‘perilaku pembelian kompulsif atau kecanduan belanja’.
 


Melesatnya E-commerce 

Pesatnya pertumbuhan pasar perdagangan digital (e-commerce) di tengah pandemi memperparah risiko kecanduan belanja, terutama dengan masyarakat yang melek digital seperti Indonesia. Bagi warga muda di tanah air, penggunaan platform belanja online seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak telah menjadi tren.

Tak hanya itu, anak muda Indonesia pun dijejali beraneka acara diskon akbar_mega-sale_ berturut-turut sepanjang tahun. Sebut saja obral ulang tahun Tokopedia pada 17/08 (17 Agustus), Hari Jomblo Lazada pada 11/11 (11 November), dan Hari Belanja Nasional Indonesia (Harbolnas) pada 12/ 12 (12 Desember).

Secara individu dan kolektif, peristiwa ini mendorong anak muda Indonesia untuk melakukan pembelian lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pembelian kompulsif di kalangan anak muda tidak semata-mata didorong oleh keinginan untuk memiliki produk. Ada faktor perangsang transaksi seperti fantasi tentang sutu status, dominasi, kekuasaan, dan prestise yang terkait dengan kepemilikan barang tertentu.

Indonesia adalah pasar yang besar untuk dunia daring, sehingga kecanduan belanja online berisiko dialami banyak orang.

Perusahaan konsultan global Bain & Company memperkirakan bahwa populasi konsumen digital Indonesia akan tumbuh sekitar 15%, dari 144 juta pada tahun 2020 menjadi 165 juta pada tahun 2021.


 


Konsumen muda yang rentan

Lonjakan budaya konsumtif dapat mengekspos kerentanan dalam proporsi yang cukup besar dari populasi Indonesia, di mana tingkat literasi keuangan dan tabungan relatif rendah.

Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2020 terhadap total 5.592 orang Indonesia dalam berbagai kelompok demografis menunjukkan bahwa sekitar 21% orang Indonesia menghemat sangat sedikit uang dari pendapatan bulanan mereka. Secara rerata, rumah tangga Indonesia hanya menabung sekitar 8,5% dari total pendapatan mereka.

Kondisi hampir sama bahkan terjadi pada rumah tangga berpenghasilan tinggi yang cenderung menabung sekitar 12,6% dari total penghasilan. Angka ini lebih rendah dari pendapat para ahli yang menyatakan ambang batas untuk tabungan yang bertanggung jawab harus sebesar 20% dari penghasilan. Tujuannya untuk memberikan perlindungan finansial yang memadai terhadap kondisi darurat.

Pemuda yang tujuan utamanya adalah menampakkan penampilan bergengsi dan berstatus tinggi akan mengejar pengeluaran yang berlebihan tanpa mempertimbangkan masa depan.

Dengan sikap 'live-in-the-present’ atau hidup untuk hari ini, para milenial dapat mengeluarkan dana yang cukup besar untuk mengikuti tren terbaru, menampilkannya di media sosial untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain dan berpotensi meningkatkan harga dirinya.

Media sosial pun dapat memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk mengevaluasi diri, mengeksplorasi, mengekspresikan, hingga meningkatkan identitas mereka melalui perbandingan dengan orang lain.

Media ini juga membuka jalan bagi generasi muda untuk mengikuti kehidupan selebriti dan tokoh terkenal di berbagai bidang. Hal tersebut akhirnya mengangkat standar aspirasi untuk pengembangan identitas yang mereka cita-citakan.

Akibatnya, kaum muda berisiko menjadi korban harapan yang tidak realistis. Misalnya, melalui upaya membandingkan diri mereka dengan foto yang hasil suntingan maupun gaya hidup tertentu yang mungkin tidak nyata.

Hal ini juga dapat menyebabkan para pemuda hilangnya kepercayaan diri lantaran status sosial dan kemampuan keuangan mereka tak mampu memenuhi gambaran ideal yang diharapkan.

Penggunaan media sosial yang berlebihan pun dapat mengekspos remaja pada fenomena kebingungan identitas.

Kebingungan antara identitas ‘ideal’ dan ‘nyata’ diberi label dalam literatur psikologis sebagai ‘[identitas terfragmentasi]’. Media sosial telah berperan mengikis pembentukan identitas yang sehat.

Penduduk Indonesia memiliki rata-rata usia yang mencapai 31,8 tahun. ini berarti ada potensi tinggi masyarakat akan terjebak dalam kebingungan identitas.

Mereka, pada saat yang sama, turut bergulat dengan identitas yang terfragmentasi. Pergulatan ini lahir akibat kaum muda yang sering dibanjiri oleh arus iklan produk konsumen yang tak ada habisnya. Kombinasi keduanya dapat mengarah pada perkembangan gangguan pembelian kompulsif.

Dalam tahap ‘pembentukan identitas’ dalam hidup mereka, kaum muda berusaha untuk mengesankan teman-teman sebayanya dengan meningkatkan konsumsi barang-barang material.

Dalam hal ini, media sosial dapat dikritik karena mempromosikan materialisme dan mendorong sikap berorientasi konsumsi di masyarakat.

Jika kita ingin menghadapi dan menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh gambaran ‘kehidupan ideal’ yang ditampilkan di media sosial, maka orang tua dan sistem pendidikan memiliki peran penting.

Kebiasaan menabung orang tua dapat menjadi teladan untuk anak sejak usia dini. Sedangkan pendidikan keuangan di sekolah dapat mendukung dan mengembangkan model positif ini melalui pengetahuan dan keterampilan keuangan.

Dua hal diatas penting untuk menciptakan generasi muda yang melek finansial. Dengan demikian, perilaku pembelian kompulsif–yang menjadi kebiasaan baru ini–dapat dihindari.

 

 

 

Pengaruh E-Commmerce Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kemajuan teknologi dan informasi di era modern ini, memberi banyak perubahan dan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat cenderung lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang bersifat praktis, mudah, efisien, dan cepat. Di era digital saat ini semua orang bisa memanfaatkan telepon genggam mereka untuk mempermudah aktivitas-aktivitas mereka.

Melalui perangkat komunikasi yang terhubung dengan internet, masyarakat dapat melakukan banyak hal dengan mudah, seperti berbelanja tanpa harus pergi ke toko, memesan tiket bioskop dengan aplikasi tanpa harus antre, memesan makanan lewat aplikasi tanpa harus pergi ke luar rumah, dan masih banyak lagi manfaat dari kemajuan teknologi dan informasi yang dapat mempermudah masyarakat dalam memenuhi setiap kebutuhan dan keinginannya.

 



 

Tingginya penggunaan internet di Indonesia sejalan dengan menjamurnya bisnis online di Indonesia atau biasa disebut e-commerce. E-Commerce adalah kegiatan jual beli barang/jasa atau transmisi dana/data melalui jaringan elektronik, terutama internet. Dengan perkembangan teknologi informasi dan software, hal ini membuat transaksi konvensional menjadi mungkin untuk dilakukan secara elektronik.

Pertumbuhan industri e-commerce tidak terlepas dari perilaku konsumen Indonesia yang menginginkan kecepatan dalam berbelanja dan sebagian besar konsumen Indonesia sudah mengerti cara menggunakan internet dan smartphone. Perilaku masyarakat yang mulai menggandrungi belanja online rupanya membawa keuntungan bagi beberapa pihak produsen di masyarakat antara lain menjual produk atau jasa secara online tanpa harus mendirikan toko sebagai tempat usaha sehingga mereka bisa memasarkan produk atau jasa kepada konsumen kapanpun dan di manapun.

Dari segi pemasaran, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk promosi karena dengan menggunakan jaringan internet mereka bisa memasarkan produk atau jasa secara meluas ke masyarakat. Bagi konsumen sendiri, memiliki keuntungan berupa mempermudah proses pembelian beserta transaksinya yang dilakukan secara online.

Perkembangan bisnis e-commerce sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Perkembangan jumlah pelaku bisnis e-commerce, dalam hal ini bertindak sebagai produsen, berkontribusi mendorong penawaran produk dalam perdangangan online. Semakin banyak produsen e-commerce, semakin banyak barang dan jasa yang diperdagangkan secara online, sehingga semakin besar pula potensi transaksi yang akan terjadi.

Pengaruh  e-commerce terhadap pertumbuhan ekonomi penjualan barang dan jasa secara online maupun konvensional memiliki implikasi serupa terhadap pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) yang merupakan indikator yang umum digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Salah  satu bentuk e-commerce di Indonesia adalah online shop seperti Tokopedia, Buka Lapak, Lazada, Shopee, dan-lain-lain, yang merupakan aplikasi belanja online yang paling diigemari oleh masyarakat. Bank Indonesia bahkan menyebutkan pada tahun 2019, jumlah transaksi e-commerce per bulannya mencapai Rp11 triliun - Rp 13 triliun. Industri e-commerce mempunyai prospek yang cukup cerah dan bisa menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia.

Sepanjang hari belanja nasional pada 12 Desember lalu, Shopee meraih Rp1,3 triliun Gross Merchandise Value hanya dalam waktu 24 jam dan terdapat 80 juta barang yang terjual. Pencapaian ini menjadi bukti nyata bahwa Shopee ikut mendorong daya beli konsumen dan dan tentunya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Perusahaan teknologi e-commerce lokal SIRCLO mengeluarkan laporan mengenai informasi-informasi penting seputar tren pertumbuhan pasar e-commerce Indonesia. Isi laporannya yaitu mengenai perbandingan antar pasar di Asia Tenggara, jumlah investasi pemerintah untuk infrastruktur e-commerce, serta potensi pasar untuk investor global dan lokal. Laporan tersebut mencatat bahwa adanya kenaikan 200 persen investasi digital di Indonesia dari tahun ke tahun.

Hal ini terjadi berkat unicorn e-commerce tanah air seperti Tokopedia dan Bukalapak yang berhasil menarik perhatian berbagai investor luar dan dalam negeri. Misalnya, Tokopedia yang mengantongi investasi senilai 1,1 miliar dolar Amerika (Rp15,4 triliun) dari Alibaba di akhir tahun 2018 dan Bukalapak yang mendapat suntikan dana dari Mirae dan Naver Corp senilai 50 juta dolar Amerika (Rp700 miliar) di kuartal pertama tahun 2019.

Para investor optimis dan berani berinvestasi di pasar e-commerce Indonesia karena, menurut data yang terkumpul dalam laporan SIRCLO, penjualan ritel e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai 15 miliar dolar Amerika (Rp210,8 triliun) pada 2018 dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 2022, menyentuh angka USD 65 miliar (Rp913,6 triliun).

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Laboratorium Data Persada dengan dukungan Google merilis sebuah laporan bertajuk “Menuju Ekonomi Digital yang Inklusif: Perspektif Gender, Regional dan Sektoral”. Dalam laporan tersebut disimpulkan beberapa data, termasuk mengenai total kontribusi ekonomi digital terhadap PDB Indonesia di tahun 2018 yang mencapai Rp 814 triliun (56,4 miliar dolar Amerika) atau 5,5% dari PDB serta menambah 5,7 juta lapangan kerja baru atau 4,5% dari total tenaga kerja. Sementara data untuk tahun 2019 belum tersedia.

Tren belanja online diperkirakan akan terus meningkat. Dalam tiga tahun ke depan, Indonesia akan memiliki 44 juta pembeli online atau melalui e-commerce dengan nilai sekitar 55-65 miliar dolar Amerika menurut perusahaan konsultasi McKinsey. Apalagi belum lama ini, pemerintah telah memutuskan mencabut aturan tentang ketentuan pajak transaksi e-commerce PMK 210/2018 yang sempat diumumkan pada Januari 2019.

Oleh karena itu sebaiknya jangkauan e-commerce tidak hanya berputar di wilayah Jawa saja karena internet saat ini sudah memadai. E-commerce diharapkan mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Kemudian bagi generasi milenial bisa memanfaatkan wadah yang ada untuk menyalurkan jiwa bisnis mereka. Sehingga para millenials dengan ide kreatifnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang meperjualbelikan barang dagangan yang sebelumnya telah di Impor dari Luar Negeri, khususnya China. Diharapkan  Indonesia juga mampu menghasilkan produk-produk dalam negeri dengan kualitas yang bagus, sehingga perdagagangan produk lokal juga tidak kalah dengan produk luar dan Indonesia juga bisa mengekspor produk-produknya ke negeri lain, sehingga produk Indonesia dikenal di mata dunia.

 

 

 

 

 

Tugas Negara 1 Manajemen Stratejik 4.13

Nama     :     Raditya Atha Hagi NIM        :     B11.2020.06573 Profile Pribadi Nama saya Raditya Atha Hagi, biasa dipanggil Hagi, HG, Adit...